Jakarta,Wartajatim.com – Kemarin, Senin, 15 Maret 2021, media Jawapos.Com menurunkan berita terkait kisruh antara jajaran Komisaris dengan Direksi PT. Kahayan Karyacon (KK), dengan melansir informasi sepihak dari Komisaris Utama Mimihetty Layani [1]. Dalam berita yang ditulis oleh wartawan (editor) Banu Adikara itu diceritakan hal-ihwal pelaporan satu keluarga oleh sang Komisaris Utama PT. KK, Mimihetty Layani, ke polisi. Berita itu dinilai tendensius dan penuh kebohongan alias hoaks.
“Dari sisi jurnalisme, media dan publikasi, tentu saja tidak ada yang perlu dipersoalkan dari berita yang disampaikan. Termasuk jika isi berita itu tidak akurat, tidak lengkap, bahkan boleh jadi seratus persen salah alias bohong belaka. Hak berpendapat dan menyampaikan aspirasi serta informasi ke publik dijamin sepenuhnya oleh konstitusi dan perundang-undangan di negeri ini,” ujar Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, Selasa, 16 Maret 2021.
Namun menjadi sangat mengecewakan dan harus menjadi keprihatinan bangsa, lanjut Lalengke, ketika berita dan publikasi itu dilakukan oleh media nasional sekelas Jawapos. “Media Jawapos dipimpin oleh seorang mantan menteri, orang terpandang, intelek, dan – dalam konteks jurnalisme – adalah salah satu figur panutan di negara ini, Dahlan Iskan. Jawapos bukan hanya memiliki kelebihan dari sisi usia dan perjuangan panjang dalam dunia publikasi Indonesia, tapi juga mempunyai jaringan media terluas di seantero negeri serta sering menjadi trendsetter publikasi bagi banyak perusahaan media yang tumbuh subur pasca reformasi 1998,” beber Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.
Beberapa – untuk tidak mengatakan banyak – poin dalam pemberitaan Jawapos edisi 15 Maret 2021 yang berjudul “Palsukan Akta dan Gelapkan Uang Perusahaan, Satu Keluarga Dipolisikan” merupakan berita bohong alias hoaks dan tidak berdasar sama sekali. Ini menjadi keprihatinan bagi banyak pihak jika media sebesar Jawapos telah bermutasi menjadi sekedar koran hitam (meminjam istilah di masa pandemi Covid-19: zona hitam) hanya karena mengejar fulus. Sebagai pemilik perusahaan kopi Kapal Api yang uangnya tidak berseri, tentunya publik akan langsung menuding bahwa Mimihetty pasti telah berkontribusi ke Jawapos, setidaknya kepada wartawan yang mewawancarainya, atas penerbitan berita tendensius itu.
Fenomena ini semestinya segera disadari dan menjadi perhatian Pak Dahlan Iskan, agar media besutannya itu tidak terus terjerumus menjadi agen perusak peradaban bangsa Indonesia melalui pemberitaan yang asal jadi, asal ada uang, dan asal Mimihetty senang. Pemberiataan beraroma hoaks bukan hanya sekali-dua dilakukan oleh media ini. Berita berjudul ‘Tersangka Muslim Cyber Ternyata Ahoker’ di Jawapos.Com pada April 2018 lalu dan sempat menimbulkan kegaduhan politik, hanyalah salah satu dari sekian berita hoaks yang dibuat media tersebut [2].
Kembali pada berita yang bersumber dari Mimihetty seorang terkait persoalan yang melibatkan banyak orang itu, mari kita simak dan analisa baik-baik tulisan Banu Adikara yang diduga merupakan wartawan magang dan belum UKW Dewan Pers, di media Jawapos yang mungkin juga belum terterivikasi Dewan Pers. Berikut ini penjelasan Wilson Lalengke yang perlu diketahui, bukan saja oleh publik tapi juga oleh pihak Jawapos.Com.
Pertama, judul beritanya ‘Palsukan Akta dan Gelapkan Uang Perusahaan, Satu Keluarga Dipolisikan’masuk kategori berita hoaks terdasyat tahun 2021 ini. Jawapos benar-benar sangat teledor dalam menuliskan judul tersebut. Sebuah tuduhan yang fatal: palsukan akta dan gelapkan uang perusahaan. Bagaimana mungkin seorang wartawan dengan hanya mendengar penuturan seorang emak-emak yang sedang galau dapat dengan mudah membuat tuduhan sebrutal itu? Penyidik Bareskrim Mabes Polri yang menangani kasus ini, AKBP Binsan Simorangkir, yang terciduk memalak terlapor Leo Handoko, dkk [3] saja tidak berani menuduh segampang itu. Untuk Jawapos ketahui bahwa kasus dugaan pemalsuan ini sedang bergulir di Pengadilan Negeri Serang, Banten. Dari hasil persidangan yang sudah berlangsung lebih 2 bulan terakhir ini, belum ada kesaksian di persidangan yang dapat membuktikan adanya pemalsuan yang dilakukan pesakitan Leo Handoko [4].
Terkait tuduhan penggelapan, penyidik Bareskrim Mabes Polri – sekali lagi, sipemalak itu – tidak berani menyatakan bahwa telah terjadi tindak pidana penggelapan keuangan di perusahaan tersebut. Hal ini disebabkan belum diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT. Kahayan Karyacon yang berwenang menetapkan kondisi keuangan perusahaan. Secara faktual di lapangan, Jawapos semestinya dapat meninjau ke lokasi perusahaan. Semuanya masih utuh, tidak ada yang digelapkan sama sekali.
Pasal 378 KUHP tentang pidana penggelapan muncul di dalam dakwaan JPU di PN Serang sebagai sebuah akal-akalan JPU yang kesulitan membuat dakwaan tentang pemalsuan. Agar kasus ini tetap dapat digelar di pengadilan – diduga karena tekanan fulus dari pihak Mimihetty Layani – maka JPU Budi Atmoko dengan liciknya menyelundupkan pasal penggelapan itu ke dalam dakwaan [5]. Sang JPU Budi Atmoko ini akhirnya harus dilaporkan ke Komisi Kejaksaan dan Jaksa Agung Republik Indonesia [6].
“Dari satu poin, tentang judul berita, itu saja sudah dapat dibuktikan bahwa media Jawapos.Com terindikasi sebagai (maaf) ‘agen penyebar hoaks nasional’ di negeri ini. Semestinya para pengelola media Jawapos segera bertobat, karena dengan judul brutal penuh dusta itu, Anda sudah membohongi jutaan rakyat Indonesia, pembaca Jawapos.Com, yang akhirnya meracuni jutaan kepala generasi bangsa ini dengan berita konyol nan tolol, tidak mengindahkan etika jurnalistik yang menjadi panduan suci bagi setiap wartawan,” jelas Lalengke dengan mimik prihatin akan pola laku media sekelas Jawapos itu.
Selanjutnya, sebagai tambahan ulasannya, Lalengke menunjuk informasi lucu yang mengindikasikan wartawan Jawapos itu ‘ngasal’ alias asal njeplak. “Judul sebuah tulisan ibarat kepala bagi tubuhnya. Kalau kepalanya omong kosong, tentu badannya lebih ngibul lagi, isinya mbahnya hoaks yaa. Ada yang lucu lagi, Christeven Mergonoto ditulis oleh Jawapos sebagai suami Mimihetty Layani. Padahal si Christeven itu anaknya Mimihetty. Dasar wartawan asal njeplak. Jawapos memelihara wartawan model begini, apa kata dunia Pak Dahlan, haha…” kata Lalengke yang mengaku mengawal kasus ini sejak awal.
(APL/Red)
Komentar
Posting Komentar